Menyingkap Populisme dalam Pilkada

2024-08-27 HaiPress

Anda bisa menjadi kolumnis !

Kriteria (salah satu): akademisi,pekerja profesional atau praktisi di bidangnya,pengamat atau pemerhati isu-isu strategis,ahli/pakar di bidang tertentu,budayawan/seniman,aktivis organisasi nonpemerintah,tokoh masyarakat,pekerja di institusi pemerintah maupun swasta,mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Daftar di sini

Kirim artikel

Editor Sandro Gatra

MENURUT Amartya Sen,penerima Nobel dalam bidang ekonomi,demokrasi tidak hanya sekadar pemerintahan dari rakyat,oleh rakyat,dan untuk rakyat,tetapi juga sarana efektif dalam memerangi kemiskinan dan mendorong pembangunan.

Dalam konteks Pilkada 2024 di Indonesia,pemahaman mendalam tentang ekonomi makro menjadi krusial,tidak hanya sebagai alat pemahaman kebijakan,tetapi juga sebagai basis kritis dalam memilih pemimpin daerah.

Sen secara khusus menekankan pada pentingnya kebijakan yang berfokus pada kebutuhan dasar manusia—seperti pendidikan,kesehatan,dan infrastruktur—sebagai fondasi pembangunan yang berkelanjutan.

Namun,di banyak daerah,realita politik sering kali terdistorsi oleh janji-janji populis yang tidak selalu bersandar pada analisis ekonomi yang solid.

Misalnya,dalam sektor pariwisata dan infrastruktur,politisi lokal seringkali mengedepankan proyek-proyek spektakuler yang menarik secara visual,tetapi tidak necessarily mendasarkan pada studi kelayakan atau analisis dampak jangka panjang yang mendalam.

Populisme pariwisata dan kekacauan infrastruktur

Dalam banyak kasus,para kandidat Pilkada mengusung ide-ide grandiose seperti pembangunan destinasi wisata baru atau revitalisasi area tertentu menjadi pusat pariwisata.

Inisiatif ini sering kali dikemas dengan janji-janji manis dan visi besar yang diharapkan dapat menarik perhatian dan dukungan masyarakat luas.

Gagasan untuk mengubah suatu wilayah menjadi destinasi wisata unggulan memang memiliki daya tarik tersendiri,terutama dalam konteks peningkatan ekonomi lokal dan penciptaan lapangan kerja.

Namun,di balik kemegahan ide ini,sering kali tersembunyi berbagai tantangan yang tidak diantisipasi secara matang.

Proyek-proyek pariwisata yang diusulkan sering kali tidak didukung oleh strategi ekonomi makro yang realistis dan matang.

Misalnya,pengembangan fasilitas pariwisata sering kali dilakukan tanpa analisis mendalam mengenai kapasitas sumber daya alam dan sosial di wilayah tersebut.

Tanpa perencanaan matang,proyek semacam ini bisa menjadi bumerang bagi lingkungan dan masyarakat setempat.

Sumber daya alam yang dieksploitasi secara berlebihan untuk memenuhi kebutuhan wisatawan bisa mengalami kerusakan,yang pada akhirnya merugikan ekosistem lokal dan mengurangi daya tarik wisata jangka panjang.

Selain itu,tanpa melibatkan masyarakat lokal dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek,manfaat ekonomi yang diharapkan mungkin hanya dinikmati oleh segelintir pihak,sementara masyarakat lokal justru menanggung beban negatifnya.

Selain itu,infrastruktur pendukung yang memadai adalah kunci keberhasilan pengembangan pariwisata,namun sering kali diabaikan dalam perencanaan proyek.

Penafian: Artikel ini direproduksi dari media lain. Tujuan pencetakan ulang adalah untuk menyampaikan lebih banyak informasi. Ini tidak berarti bahwa situs web ini setuju dengan pandangannya dan bertanggung jawab atas keasliannya, dan tidak memikul tanggung jawab hukum apa pun. Semua sumber daya di situs ini dikumpulkan di Internet. Tujuan berbagi hanya untuk pembelajaran dan referensi semua orang. Jika ada pelanggaran hak cipta atau kekayaan intelektual, silakan tinggalkan pesan kepada kami.
©hak cipta2009-2020 Harian Indonesia      Hubungi kami   SiteMap