Pilkada Jakarta dan Tantangan Pasca-Pemindahan Ibu Kota
2024-08-10 HaiPress
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi,pekerja profesional atau praktisi di bidangnya,pengamat atau pemerhati isu-isu strategis,ahli/pakar di bidang tertentu,budayawan/seniman,aktivis organisasi nonpemerintah,tokoh masyarakat,pekerja di institusi pemerintah maupun swasta,mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
Daftar di sini
Kirim artikel
Editor Sandro Gatra
PEMINDAHAN ibu kota Indonesia dari Jakarta ke Nusantara di Kalimantan Timur adalah langkah besar yang akan membawa dampak signifikan bagi Jakarta.
Perpindahan ini berdasarkan UU Nomor 21 tahun 2023 perubahan atas Undang-undang nomor 3 tahun 2022 tentang ibu kota negara.
Perpindahan ibu kota tentu akan berimplikasi dengan perubahan status Jakarta dari Daerah Khusus Ibukota (DKI) menjadi Daerah Khusus Jakarta.
Perubahan status ini diatur di dalam UU No. 2 tahun 2024 tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta. Perubahan status dari pusat pemerintahan menjadi kota metropolitan dapat membuka berbagai peluang dan tantangan bagi Jakarta.
Pilkada serentak di November 2024 termasuk di dalamnya adalah pemilihan gubernur baru bagi Jakarta. Gaya kepemimpinan di Jakarta pun tentu harus beradaptasi dengan perubahan status baru Jakarta ini.
Dengan populasi sekitar 11,34 juta jiwa,Jakarta menghadapi beragam masalah perkotaan seperti kemacetan,banjir dan polusi udara.
Menanti pemimpin baru di daerah khusus ini adalah momen penting bagi warga Jakarta yang menginginkan perubahan dan perbaikan.
Berdasarkan hasil survei Litbang Kompas yang dilakukan pada 15-20 Juni 2024,menunjukkan bahwa tiga besar elektabilitas bakal cagub tertinggi ialah Anies Baswedan,Basuki Tjahja Purnama (Ahok),dan Ridwan Kamil.
Dua bakal calon gubernur Anies Baswedan dan Ahok pernah menjadi Gubernur Jakarta. Keduanya memiliki gaya kepemimpinan yang telah dirasakan kelebihan dan kelemahannya oleh warga Jakarta.
Sedangkan Ridwan Kamil (RK) kemungkinan besar akan dimajukan oleh Koalisi Indonesia Maju (KIM) di Pilkada Jakarta merupakan kandidat baru di Jakarta. Kondisi ini terjadi setelah Golkar secara resmi mendukung Dedi Mulyadi di Pilkada Jabar.
Apabila Ridwan Kamil yang terpilih di Jakarta,maka hal ini menandai pemimpin baru di status Jakarta yang baru.
Warga Jakarta berharap Pemimpin baru Jakarta akan mampu membawa angin segar dengan kebijakan inovatif dan solutif.
Pemimpin baru yang mampu mendengarkan aspirasi warga,berinovasi dalam kebijakan,dan memiliki keberanian untuk mengambil tindakan nyata,diyakini dapat membawa Jakarta menuju masa depan yang lebih baik.
Dengan semangat gotong royong dan kebersamaan,harapan akan Jakarta yang lebih maju,adil,dan sejahtera bukanlah impian belaka,melainkan suatu tujuan yang dapat dicapai.
Perubahan status Jakarta akan berimplikasi pada tranformasi ekonomi dan bisnis di Jakarta. Pascapemindahan ibu kota,Jakarta diprediksi akan semakin fokus pada sektor ekonomi dan bisnis.