Perjuangan Penjual Kopi Eceran di Kemayoran, Bekerja Sejak Pagi Buta demi Impian Punya Rumah

2024-08-10 HaiPress

JAKARTA,iDoPress - Rosdiati (64) mengais rezeki sebagai penjual kopi demi menjemput impiannya memiliki rumah.

Sehari-harinya,ibu dua anak ini duduk di sebuah bangku dekat Stasiun Kemayoran bersama termos dan tas berisi kopi sachet.

“Saya hidup sendiri,cari uang sendiri,anak saya kadang-kadang kasih (uang). Kadang-kadang enggak. Saya terpaksa jualan kopi di stasiun sedapatnya biar bisa beli rumah,” ujar Rosdiati saat ditemui ketika duduk-duduk di samping rel kereta api dekat Stasiun Kemayoran,Jakarta Pusat,Selasa (6/8/2024).

Baca juga: Ingin Punya Pekerjaan Lain,Pedagang Kopi Starling: Jadi Tukang Sapu Juga Mau

Kedua anak Ros saat ini tengah menganggur. Anak pertamanya sempat bekerja sebagai petuga sekuriti di sebuah pusat perbelanjaan wilayah Sawah Besar.

Namun,awal tahun ini,mal itu sudah dibongkar dan rata dengan tanah. Anak kedua Ros juga sudah lama menganggur.

Alhasil,Ros pun harus mencari uang sendiri agar bisa bertahan hidup.

Jemput rezeki sejak pagi buta

Selama satu tahun terakhir,Ros selalu bangun pagi buta. Sekitar jam 04.00 WIB,Ros sudah bangun dan memasak air untuk berjualan nanti. Bungkus-bungkus kopi dan sejumlah perlengkapan lainnya dirapikan ke dalam satu tas.

“Pas air matang,saya taruh ke termos. Lalu,aku ambil wudhu,shalat subuh (saat) sudah adzan,saya berangkat. Subuh belum habis,saya sudah di sana,masih gelap,” lanjut Ros.

Ketika pedagang yang lain masih tidur atau baru bersiap,Ros sudah duduk di sebuah kursi di Jalan Garuda,dekat pintu masuk Stasiun Kemayoran.

Ibu 64 tahun ini masih terengah-engah setelah berjalan kaki menyusuri rel dari indekosnya di Gang Spoor untuk sampai ke tempatnya biasa jualan.

Baca juga: Cerita Yanwar,Kantongi Uang Rp 1 Juta Per Minggu dari Jualan Kopi Keliling

Dia sejenakduduk untuk mengatur napas dan memijat lututnya yang nyeri karena rematik.

Jarak antara indekos yang ditempati Ros memang tidak jauh dari Stasiun Kemayoran.

Namun,sehari-harinya,Ros perlu menyusuri jalan pinggir rel yang penuh dengan batu kerikil. Hal ini terasa agak menyulitkan bagi Ros yang sudah memasuki usia senja.

Setelah nyeri di kakinya agak mereda,barulah Ros mulai menggelar lapaknya. Tidak banyak yang dia bawa.

Sebuah termos berisi air panas ditemani dengan beberapa jenis kopi sachet,lengkap dengan gelas dan sendok untuk mengaduk.

Penafian: Artikel ini direproduksi dari media lain. Tujuan pencetakan ulang adalah untuk menyampaikan lebih banyak informasi. Ini tidak berarti bahwa situs web ini setuju dengan pandangannya dan bertanggung jawab atas keasliannya, dan tidak memikul tanggung jawab hukum apa pun. Semua sumber daya di situs ini dikumpulkan di Internet. Tujuan berbagi hanya untuk pembelajaran dan referensi semua orang. Jika ada pelanggaran hak cipta atau kekayaan intelektual, silakan tinggalkan pesan kepada kami.
©hak cipta2009-2020 Harian Indonesia      Hubungi kami   SiteMap